Kedung Oleng (suarapaguyangan.com) – Gema Takbir berkumandang menyambut datangnya Hari Lebaran disambut suka cita umat Muslim di seluruh dunia. Namun tidak demikian dengan pasangan Agus Toni (37) dan Astuti (35) warga Dawuhan Rt02/05 Kedung Oleng, Paguyangan Brebes. Disaat umat muslim berbahagia menyambut Lebaran, memakai baju baru, saling bermaaf-maafan berkumpul bersama keluarga, aku berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan buah cinta kami yang kedua.
Berlebaran di negeri seberang jauh dari sanak keluarga apalagi ditengah kondisi hamil tua tentu sangat tidak mengenakan, sedih dan sangat menyiksa. Saat itu kami memang merantau di negeri seberang, tepatnya di Kampung Monggo Limo Serian, Serawak , Malaysia.
Hari Selasa , 6 Agustus 2013, pukul 12.05 lahir anak kami yang kedua, kami berinama Muhammad Abid Salman. Kelahirannya kami sambut dengan suka cita , sebagai hadiah Lebaran yang terindah. Namun kebahagian kami tak berlangsung lama, ketika kami mendapati anak kami lahir dengan kaki yang tidak sempurna. Rasanya kami ingin menjerit dan menangis sekencang-kencangnya mendapat cobaan ini. Apa yang telah kami perbuat Ya Allah, sehingga Engkau memberi kami cobaan begitu berat.
“Ibu mana yang tidak sedih mendapati anaknya yang baru lahir cacat fisiknya, tentu sedih karena setiap orang tua pasti menginginkan kesempurnaan fisik dan mental untuk anak-anaknya. Namun Allah memberi kami ujian lewat Abid, kami harus ikhlas menerima karena anak adalah amanah Allah,” katanya.
Kami sadar Allah pasti mencintai kami dengan menitipkan Abid untuk kami rawat walau dengan fisik yang tidak sempurna. Kami membawa anak kami ke rumah sakit di Kuching untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik mengingat fasilitasnya lebih lengkap. Karena kami menginginkan yang terbaik untuk Abid.
“Walau kami ikhlas menerima semua ini, namun terkadang suka sedih memikirkan masa depan dia, bagaimana dia kelak sekolah. Senyum manis selalu kami berikan kepada Abid walau hati ini menangis,” tuturnya.
Beruntung saya punya suami yang sangat sabar dan pengertian, dia selalu mensupport saya. Pengobatan rutin dilakukan seminggu sekali, namun semakin lama keuangan kami tidak mencukupi. Akhirnya kami putuskan kembali ke tanah air, berharap dapat pengobatan lebih baik baik tradisional maupun medis dengan biaya lebih murah.
Namun kenyataan yang kami hadapi tidak seperti yang kami bayangkan, Abid tidak mendapatkan pengobatan yang baik karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung. Jangan untuk berobat ke dokter untuk makan sehari-hari saja susah.
“Pernah saya dimaki-maki waktu berobat alternatif di Cilacap, saya dibilang tidak bersyukur pada Allah hanya karena mempunyai anak yang tidak sempurna,” ujarnya sedih.
Kini dia hanya berharap ada yang membantu pengobatan anaknya, yang tidak normal pada kakinya sehingga tidak bisa berjalan. Secara fisik dan motorik dia normal, hanya ada kelainan pada telapak kakinya.
Kepala Desa Kedung Oleng, Salim Usman membenarkan banyak warganya yang mempunyai kekurangan fisik. Namun pihak desa belum mampu memberikan perhatian yang maksimal untuk warganya.
“Pihak Desa belum bisa membantu pengobatan karena keterbatasan anggaran, namun kami membantu buatkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) agar bisa dibuatkan Jamkesda. Kami kami inventarisir kaum disabilitas di desa ini, agar terdata dan mendapat penanganan dari desa dan pemerintah daerah,” katanya. (Astt/Bas)
0 Response to "Abid, 4 Tahun, Ingin Bisa Berjalan dan Sekolah"
Posting Komentar